Mampukah Fismaba Menelorkan Penulis Handal?
Oleh : Mochammad Moealliem
Sebuah pertanyaan yang masih belum mendapat jawaban pasti dari warga Fismaba. Tidak dipungkiri bahwa dari sekitar 120-an warga Fismaba yang ada, tentunya terdapat beberapa insan penulis yang sudah terbilang handal, meskipun masih dalam taraf lokal, bahkan mungkin juga ada yang sudah bertaraf internasional. Bukan hal yang tidak mungkin jika nanti akan lahir penulis-penulis handal yang bisa sesuai dengan jumlahnya yang begitu banyaknya, namun lagi-lagi akan timbul pertanyaan kapankah hal itu terwujud?
Budaya menulis dalam diri warga Fismaba terhitung langka, mungkin hal itu akibat budaya menunggu yang masih lekat dengan logika mereka. Kebanyakan warga Fismaba memiliki budaya menunggu diminta untuk menulis di TERAS atau dalam diskusi saja, dan terkadang masih memiliki sifat menyerah sebelum bertanding. Ketika budaya menunggu masih menyelimuti pikiran warga Fismaba, tentu untuk membangkitkan daya tulis warga Fismaba sangat berat, terlebih di musim dingin seperti ini.
Hal demikian bisa dilihat pada kelangsungan hidup buletin TERAS yang terseok-seok. Adalah hal yang ironis jika tiap tahun TERAS hanya mampu mengorbit dua hingga empat kali per tahun, hanya disebabkan tidak adanya tulisan yang masuk. Wadah karya tulis warga Fismaba itu terkadang terpaksa molor dari jadwal edar yang seharusnya, hanya disebabkan karena salah satu dari penulis rubrik "merasa" tak bisa menulis dan tak menemukan penulis pengganti, karena warga yang lain pun sama dengan dia, yang juga "merasa" tidak bisa menulis. Pada akhirnya pihak buletin mengurungkan niatnya untuk terbit karena hal demikian itu.
Seyogyanya warga Fismaba mengembangkan budaya menulisnya tanpa menunggu permintaan atau bahkan "paksaan" dari orang lain, fasilitas untuk menulis juga sangat mudah ditemu dimana-mana, apalagi zaman kita saat ini adalah zaman technologi, menulis tidak harus dikertas dengan balpoint atau pensil yang akan menghabiskan tenaga dan waktu, kini kita bisa menulis dikomputer yang mudah, praktis dan rapi. Namun mungkin dalam benak warga Fismaba terdapat rasa "takut salah" akan tulisan mereka, sehingga mereka memegang teguh konsep, as sukutu salamatun, diam adalah selamat, dan diam ditempat adalah kemunduran.
Penulis jadi teringat analogi yang dipakai Imam Al Ghozali, bahwa orang naik kuda berjalan pelan-pelan dan sampai tujuan dengan selamat adalah baik, namun orang yang naik kuda dengan kencang dan sampai tujuan dengan cepat dan selamat adalah lebih baik. Dan yang paling buruk adalah naik kuda pelan-pelan namun tidak selamat sampai tujuan. Dalam dunia penulisan mungkin akan berarti bahwa tidak menulis tapi selamat sampai tujuan adalah baik, akan tetapi sering menulis dan sampai tujuan dengan cepat dan selamat adalah lebih baik, dan yang terburuk adalah tak pernah menulis dan tidak selamat sampai tujuan.
Mungkin kita semua pernah merasakan kesulitan dalam menulis, namun kalau hal itu tidak kita tembus, maka kesulitan itu akan tetap menutup keilmuan kita. Bagaimana mungkin kita akan bisa menembus dinding itu, kalau bukan dengan sedikit demi sedikit yang terus menerus. Bagaimana juga kita mengukur kualitas tulisan kita, menurut penulis Fismaba sudah memiliki alat untuk menimbang hal itu, baik di maillist fismaba atau di website nya, ketika tulisan kita mendapat aplaus dari orang lain tentu bisa dikatakan tulisan itu punya nilai lebih.
Sisi lain yang perlu ditanamkan dalam diri warga Fismaba agar mampu menjadi penulis handal adalah sifat cuek, maksud cuek disini adalah percaya diri atas ide-ide yang akan dihurufkan menjadi sebuah tulisan, sebab kebanyakan mereka tidak punya kepercayaan diri yang cukup untuk menulis apa yang ada dalam pikirannya. Hal demikian akan bisa diatasi dengan menambah bacaan dan wawasan agar bisa memunculkan ide dan memberikan argumen jika ada yang memprotes tulisan yang ada.
Cara memulai menulis yang paling mudah adalah menulis cerita, diakui atau tidak semua orang suka bercerita, atau biasanya menulis dalam buku harian, apa yang kita lihat saat ini bisa menjadi tulisan, atau menulis kegiatan yang ada di Fismaba, dan hal itu akan menjadi indah ketika ita mampu menggabungkan dengan pengetahuan yang kita miliki, dan tentunya setiap orang punya gaya bicara yang khas, disitulah nanti lama-kelamaan kita akan merasakan nikmatnya membaca dan menulis.
Nabi muhammad ketika menerima wahyu pertama dia tidak bisa membaca, namun jibril selalu menyuruhnya untuk mencobanya hingga tiga kali, toh akhirnya Allah memberikan kemudahan dan penjelasan atas wahyu-wahyu itu. Bisa diambil kesimpulan bahwa ketika kita punya keinginan maka ada jalan, jangan pernah putus asa apalagi menyerah sebelum bertanding, hurufkan ide-ide yang terpendam dalam bawah sadar pikiranmu, maka akan engkau dapati pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Jawaban dari fenomena penulisan yang stagnan dalam dunia Fismaba, terletak pada warga Fismaba sendiri. Adakah mereka masih mempertahankan sifat "merasa tidak bisa" atau akan menjadi manusia yang selalu berusaha untuk bisa tanpa sifat "merasa tidak bisa". Manusia wajib berusaha atas segala yang dihadapinya, dan Allah-lah memberi keputusan bisa dan tidaknya. Wallahu a'lam
Sabtu, 25 November 2006
Kamis, 08 November 2007
Mampukah Fismaba Menelorkan Penulis Handal?
Posted by fismaba at 18.16 0 comments
Labels: Seputar Fismaba
Rabu, 07 November 2007
fismaba2004.blogspot,com
Assalamu alaikum
Dengan ini tim kreatif fismaba memberitahukan bahwa fismaba memiliku blog dengan alamat
http://fismaba2004.blogspot.com
Kemudahannya
- Bisa ngirim tulisan dari email langsung
- cepatnya informasi
- bahkan anda bisa kirim sms ke sana (belum dicoba)
- bisa disakses dimana-mana
untuk kirim makalah, artikel, berita, atau apa saja cukup anda kirim dari email anda ke alamat
fismaba2004.mail@blogger.com
buktikan saja,
Wassalam
Posted by fismaba at 05.59 0 comments
Labels: Informasi
Sentuhlah Aku Setelah Kau Bersuci
Sentuhlah Aku Setelah Kau Bersuci
Oleh : Mochammad Moealliem
Mungkin para pembaca akan punya pikiran yang beraneka ragam ketika membaca judul diatas, bahkan bisa jadi ada yang berkata "Emang siapa sih kamu, kok sombong amat?!" atau mungkin ada yang berpikiran bahwa penulis sedang dikhianati kekasihnya, dan dikatakanlah kata itu sebagai syarat damai dan rujuk kembali. Apakah demikian?he he he
Semua orang pada dasarnya suka dengan kesucian, baik kesucian cinta, kasih-sayang, jiwa, raga, pakaian, makanan dan lain sebagainya. Hanya saja untuk mendapatkan sebuah kesucian membutuhkan berbagai macam usaha, perjuangan, dan pengorbanan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capainya. Meskipun kita tahu bahwa orang-orang yang terjebak dalam jurang ke-najis-an tak bisa dihitung jumlahnya, namun bukan berarti mereka tidak suka dengan kesucian. Hanya saja mungkin kesukaan kepada kesuciannya terlalu tipis dan terkalahkan oleh nafsu ke-najis-an dalam dirinya.
Kesucian dalam cinta, setiap perempuan tentu sangat suka jika kekasihnya mencintainya dengan cinta yang suci, yang bersih dari khiyanat, selingkuh, kekerasan, memperbudak, dan berbagai kotoran yang termasuk hal-hal yang membatalkan cinta yang suci. Maka wajarlah jika seorang perempuan berkata "sentuhlah aku setelah kau bersuci" tentunya bukan bersuci untuk sholat, sebab kalau bersuci untuk sholat terus menyentuhnya tentu menjadi batal (tidak suci) lagi.
Laki-laki pun seperti itu saya pikir, dalam soal cinta rata-rata akan sangat suka kalau kekasihnya mensucikan hatinya dari orang lain, kecuali memang punya budaya nomaden (alias suka pindah-pindah) apalagi tak punya tujuan untuk menetap, bisa jadi akan memakan banyak korban-korban hati yang berjatuhan hancur seperti serpihan kaca. Ah.. betapa banyak kisah seperti itu dalam kehidupan ini, dan mungkin semua orang pernah merasakannya dengan standar masing-masing, hanya untuk memburu cinta yang suci.
Kesucian raga, tentunya semua orang pernah mandi, dan tujuannya tak lain adalah membersihkan badan dari kotoran, baik kotoran dhohir ataupun kotoran bathin (maknawi). Kita tentu akan marah ketika orang yang penuh kotoran ditubuhnya tiba-tiba menyentuh kita, bahkan menyentuh barang milik kita saja kita akan marah, atau paling tidak akan berkata "sentuhlah aku setelah kau mandi". Bukan hanya badan yang kotor kita enggan disentuhnya, bahkan bau badan yang nggak sesuai aja kita enggan berdekatan, apalagi disentuhnya.
Manusia memang sering lupa terhadap berbagai kotoran dalam tubuhnya, karena keterbatasan jangkauan mata yang dimilikinya, hingga tak mampu melihat matanya sendiri yang terkena pasir, atau bahkan "blobok" (aduh sori ya, apa sih namanya kotoran diujung mata, kalau habis tidur?). Maka dari itulah dibutuhkan cermin untuk melihat kekurangannya, dan cermin itu tak lain adalah "orang lain".
Adalah salah, jika orang melihat wajahnya buruk lalu menghantam cermin yang ada, bukankah tidak baik, "tak bisa menari menyalahkan lantai yang tidak rata". Kecuali cermin yang ada memang juga cermin yang kotor, makanya kalau bercermin pada cermin yang bersih agar tahu kotoran dalam tubuh kita, apalah untungnya bercermin pada cermin yang kotor? Keindahan kita aja jadi kotor dan nggak jelas, apalagi kotoran kita malah tidak tampak.
Begitulah soal bercermin untuk tubuh kita, kalau cermin untuk pikiran kita adalah pembaca, dan tulisan adalah tubuh kita, kenapa harus takut dengan apa yang akan terlihat di cermin, toh itulah sesungguhnya kita. Kenapa takut dengan kritik orang atas tulisan kita, asalkan dia adalah cermin yang bersih tentunya kebaikan untuk kita benahi kekurangan yang tampak, kalau ternyata pengkritik hanya cermin yang lusuh, biarkan saja "anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu".
Biasanya untuk cari sensasi orang-orang suka bercermin dengan topeng, apalagi musim pemilu, bisa dipastikan topeng-topeng akan beraneka ragam, maka tak heran kalau topengnya dibuka, mengalir darah dan nanah di wajahnya. Ah..betapa beratnya bercermin dengan wajah kita sesungguhnya, sampai kapankah kita tetap memakai topeng itu? Jika semua orang memakai wajah aslinya, damailah alam semesta.
Adakah manusia yang tak pernah kotor? Setiap manusia pernah bergelut dengan kotoran, baik kotoran jiwa maupun raga, hanya Allahlah yang selalu suci dan tak akan bisa mendekatiNya kecuali jiwa-jiwa yang disucikan. Bahkan mendekati surat-surat cintaNya pun hanya boleh untuk tubuh-tubuh yang disucikan. "Laa yamassahu illa-lmutthoharun" Jika tubuhmu ingin menyentuh tubuh Al qur'an (Mushaf) maka bersihkanlah, dan jika jiwamu ingin menyentuh jiwa Al qur'an maka bersihkanlah pula.
Mungkin sebagian orang bisa menyentuh mushaf dalam keadaan kotor, tapi manusia tak akan mampu menyentuh jiwa Al qur'an dengan jiwa yang kotor. Lalu dimanakah penghormatan dan kecintaan kita yang kita teriak-teriakkan pada semua orang, jika bersuci pun kita enggan sebelum menyentuh surat-suratNya. Lalu bagaimana jiwa kita bisa menyentuhnya jika membersihkan raga yang tampak jelas saja kita enggan?.
Maka pantaslah bagi Allah, berkata "Sentuhlah Aku setelah kau bersuci", "Sentuhlah KalamKu dengan tubuh yang disucikan" karena hanya Dialah yang selalu suci.
Marilah kita mempelajari cara-cara bersuci dan mulai melakukannya sedikit demi sedikit, teratur, dan kontinyu untuk membersihkan jiwa kita dari berbagai noda hitam kenajisan yang terlalu sulit untuk dilihat mata, bahkan mata hati kita masih tidur berselimut dosa. Jika tidak ada cermin yang bisa menunjukkan keadaan kita, marilah kita raba diri kita, seperti apakah kita sebenarnya??
Alliem
Cairo, Sabtu 03 November 2007
Sentuhkan aku, denganMu yang suci.
Posted by fismaba at 05.47 0 comments
Labels: Buah Pikir